Berbicara tentang diaspora, berarti bukan hanya berbicara tentang
seseorang yang berimigrasi jauh keluar negeri, tetapi lebih dari sosok
nasionalis berbudi tinggi, sumber dari
segudang potensi, pelopor kesejahteraan, pribadi yang kaya dengan ide, ilmu
pengetahuan, wawasan, jaringan serta
harapan untuk sebuah pembangunan masa depan; menjadi landasan yang kokoh untuk
Indonesia yang sedang dilanda sinisme. Di era global saat ini, diaspora adalah
sebuah fenomena biasa, namun menyimpan potensi yang luar biasa. Prestasinya
lengkap dengan kesuksesan, ilmu dan pengetahuan tak perlu dipertanyakan, peranannya
dibidang ekonomi, politik, budaya dan
sosial sangat menjanjikan.
Mereka yang menetap di negeri orang lain, bukan hanya seorang pengusaha,
pendidik, tetapi juga lebih dari ribuan mahasiswa yang menempuh jenjang
pendidikan sarjana, magister, doktoral di bidang keagamaan, kedokteran, desain,
politik dll. Para mahasiswa yang tercerabut dari tanah kelahiran dan budaya
banyak tersebar di negera negara ternama, salah satunya Negara Mesir, ibunda
dari kota-kota fir’aun sang tirani, sang nyonya empunya wilayah luas nan subur,
bangun-bangunan tak ada batasnya yang tak tertandingi akan keanggunan dan
kecantikannya, tempat bertemu para pendatang , pemberhentian yang lemah dan
kuat, dimana berbondong-bondong manusia menyerbu layaknya gelombang laut,
semuanya tertampung dalam ukuran dan kapasitasnya. Negara yang tak asing lagi
bagi Indonesia, sejarah telah mencatat jauh sebelum Islam datang ke Indonesia sekitar abad ke 7 Masehi, hubungan bangsa Indonesia dan Mesir terus berlanjut setelah kedatangan Islam ke Indonesia, pada
tahun 1128 Masehi yang ketika itu dibawah pemerintahan bani fatimyah telah mendarat dipelabuhan malaka,
pada tahun 1850-an di Mesir juga telah dijumpai komunitas bangsa Indonesia, hal
itu terbukti dengan keberadaan ruwaq jawi di dalam masjid al-Azhar, saat ini
masyarakat Indonesia di mesir masih didominasi oleh mahasiswa yang
mayoritas belajar di al Azhar dengan konsentrasi Ilmu-ilmu keislaman,
selain itu beberapa mahasiswa Indonesia menempuh bidang studi yang lain
seperti Kedokteran, Desain Mode, Ilmu
Politik dsb. meskipun dalam jumlah yang
sangat kecil.
Jumlah mahasiswa yang tengah menempuh pendidikan di mesir sekitar
2.570 orang, diantara mereka terdapat
sekitar 30 mahasiswa sedang menempuh
program S3, lebih dari 200 mahasiswa sedang menempuh S2 , dan 2000
lebih mahasiswa pada jenjang S1. selain itu masih ada beberapa elemen WNI
dimesir yang terdiri dari TKI sektor
formal maupun informal dan WNI lainnya, yang membuat sebuah kelompok interaksi
antara komunitas.
Mereka itu adalah potensi
diaspora di Mesir , keunggulan potensi diaspora di Mesir tidak terlepas dari potensi Mesir sebagai menara keilmuan peradaban Islam serta
bumi al-Azhar, karena itulah diaspora
Indonesia menawarkan program aksi edukasi keagamaan, sementara itu dibidang
ekonomi diaspora Indonseia menawarkan
program aksi untuk memanfaatkan potensi
geografis dan ekonomis Mesir, kebudayaan dan sosial juga menawarkan program
aksi seni lembut dan luntur di dalam panggung
kehormatan.
Kalaulah kita boleh
mengibaratkan para diaspora sebagai petani, dan masyarakat Indonesia sebagai
tanah perkebunan. Jika sebagian tanah perkebunan itu ada yang gersang, ada yang
gembur, ada yang kering, dan ada yang subur. Maka sebetulnya, semua tanah itu
sangat berpotensi untuk menumbuhkan tanaman. Dan semua itu bergantung sejauh
mana sang subjek yang dalam hal ini petani (kita para diaspora Indonesia)
harus mampu sabar dalam mengolah, dan
terampil dalam berkebun. Pada hakikatnya diaspora
Indonesia adalah aset bagi bangsa untuk
membangun negara. Pasalnya, mereka bisa menjadi peluang untuk membangun
jejaring dan memberikan kontribusi bagi Indonesia. Jaringan yang dimiliki kaum
diaspora ini akan menjadi kekuatan dan pemberi peluang yang bermanfaat.
Masalahnya, diaspora Indonesia di sejumlah kota dan negara punya
ciri mencolok: tercerai-berai dan tak saling kenal. Diaspora Indonesia ibarat
ribuan titik tak terhubungkan. Sering kali hubungan mereka dengan Tanah Air
minim, Hal Itu yang membuat diaspora menjadi komunitas yang penuh potensi,
tetapi lemah koneksi. Selain itu juga diaspora Indonesia kaya dengan ilmu,
pengetahuan, dan wawasan namun masih ada yang buta dengan kepenulisan. Sebuah
kenyataan akan kemajuan teknologi tetapi masih ada yang ciut dengannya.
Kini sudah waktunya diaspora menunjukan bahwa kekuatan suatu Negara
tidak bisa dibangun hanya dengan satu tangan tetapi lebih; untuk menjadikannya
suatu tepukan kebersamaan yang kuat, erat dan selalu terikat didalam dan luar
negeri. Diaspora Indonesia sebenarnya memiliki ruang waktu lebih untuk belajar
dan meneliti rutin dengan melakukan publikasi dan diskusi secara ilmiah dan berkesinambungan. Sepatutnya kita
sebagai diaspora menarik gengsi dan mendorong kepercayaan diri untuk terus
belajar, berkarya, berprestasi ; demi menghindari ironi ketertinggalan saat
ini. jangan malu, kaku dan berpangku dagu, karena kami yakin diaspora
Indonesia, kita bisa.(Najwan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar