Selasa, 02 Agustus 2016

Diaspora Indonesia, Sejarah Menagih Janji


Berbicara tentang diaspora, berarti bukan hanya berbicara tentang seseorang yang berimigrasi jauh keluar negeri, tetapi lebih dari sosok nasionalis berbudi  tinggi, sumber dari segudang potensi, pelopor kesejahteraan, pribadi yang kaya dengan ide, ilmu pengetahuan, wawasan, jaringan  serta harapan untuk sebuah pembangunan masa depan; menjadi landasan yang kokoh untuk Indonesia yang sedang dilanda sinisme. Di era global saat ini, diaspora adalah sebuah fenomena biasa, namun menyimpan potensi yang luar biasa. Prestasinya lengkap dengan kesuksesan, ilmu dan pengetahuan tak perlu dipertanyakan, peranannya dibidang ekonomi, politik, budaya dan  sosial sangat menjanjikan.

Mereka yang menetap di negeri orang lain, bukan hanya seorang pengusaha, pendidik, tetapi juga lebih dari ribuan mahasiswa yang menempuh jenjang pendidikan sarjana, magister, doktoral di bidang keagamaan, kedokteran, desain, politik dll. Para mahasiswa yang tercerabut dari tanah kelahiran dan budaya banyak tersebar di negera negara ternama, salah satunya Negara Mesir, ibunda dari kota-kota fir’aun sang tirani, sang nyonya empunya wilayah luas nan subur, bangun-bangunan tak ada batasnya yang tak tertandingi akan keanggunan dan kecantikannya, tempat bertemu para pendatang , pemberhentian yang lemah dan kuat, dimana berbondong-bondong manusia menyerbu layaknya gelombang laut, semuanya tertampung dalam ukuran dan kapasitasnya. Negara yang tak asing lagi bagi Indonesia, sejarah telah mencatat jauh sebelum Islam  datang ke Indonesia sekitar abad ke 7  Masehi, hubungan  bangsa Indonesia dan Mesir terus berlanjut  setelah kedatangan Islam ke Indonesia, pada tahun 1128 Masehi yang ketika itu dibawah pemerintahan bani  fatimyah telah mendarat dipelabuhan malaka, pada tahun 1850-an di Mesir juga telah dijumpai komunitas bangsa Indonesia, hal itu terbukti dengan keberadaan ruwaq jawi di dalam masjid al-Azhar, saat ini masyarakat Indonesia di mesir masih didominasi oleh mahasiswa yang mayoritas  belajar  di al Azhar dengan konsentrasi Ilmu-ilmu keislaman, selain itu beberapa mahasiswa Indonesia menempuh bidang studi yang lain seperti  Kedokteran, Desain Mode, Ilmu Politik  dsb. meskipun dalam jumlah yang sangat kecil.

Jumlah mahasiswa yang tengah menempuh pendidikan di mesir sekitar 2.570 orang,  diantara mereka terdapat sekitar 30  mahasiswa sedang menempuh program  S3, lebih dari  200 mahasiswa sedang menempuh S2 , dan 2000 lebih mahasiswa pada jenjang S1. selain itu masih ada beberapa elemen  WNI  dimesir  yang terdiri dari TKI sektor formal maupun informal dan WNI lainnya, yang membuat sebuah kelompok interaksi antara komunitas.

Mereka itu adalah  potensi diaspora di Mesir , keunggulan potensi diaspora di Mesir  tidak terlepas dari potensi Mesir  sebagai menara keilmuan peradaban Islam serta bumi al-Azhar,  karena itulah diaspora Indonesia menawarkan program aksi edukasi keagamaan, sementara itu dibidang ekonomi diaspora  Indonseia menawarkan program aksi  untuk memanfaatkan potensi geografis dan ekonomis Mesir, kebudayaan dan sosial juga menawarkan program aksi seni lembut dan luntur di dalam panggung  kehormatan.

Kalaulah kita  boleh mengibaratkan para diaspora sebagai petani, dan masyarakat Indonesia sebagai tanah perkebunan. Jika sebagian tanah perkebunan itu ada yang gersang, ada yang gembur, ada yang kering, dan ada yang subur. Maka sebetulnya, semua tanah itu sangat berpotensi untuk menumbuhkan tanaman. Dan semua itu bergantung sejauh mana sang subjek yang dalam hal ini petani (kita para diaspora Indonesia) harus  mampu sabar dalam mengolah, dan terampil dalam berkebun.  Pada hakikatnya diaspora Indonesia adalah  aset bagi bangsa untuk membangun negara. Pasalnya, mereka bisa menjadi peluang untuk membangun jejaring dan memberikan kontribusi bagi Indonesia. Jaringan yang dimiliki kaum diaspora ini akan menjadi kekuatan dan pemberi peluang yang bermanfaat.

Masalahnya, diaspora Indonesia di sejumlah kota dan negara punya ciri mencolok: tercerai-berai dan tak saling kenal. Diaspora Indonesia ibarat ribuan titik tak terhubungkan. Sering kali hubungan mereka dengan Tanah Air minim, Hal Itu yang membuat diaspora menjadi komunitas yang penuh potensi, tetapi lemah koneksi. Selain itu juga diaspora Indonesia kaya dengan ilmu, pengetahuan, dan wawasan namun masih ada yang buta dengan kepenulisan. Sebuah kenyataan akan kemajuan teknologi tetapi masih ada yang ciut dengannya. 

Kini sudah waktunya diaspora menunjukan bahwa kekuatan suatu Negara tidak bisa dibangun hanya dengan satu tangan tetapi lebih; untuk menjadikannya suatu tepukan kebersamaan yang kuat, erat dan selalu terikat didalam dan luar negeri. Diaspora Indonesia sebenarnya memiliki ruang waktu lebih untuk belajar dan meneliti rutin dengan melakukan publikasi dan diskusi secara  ilmiah dan berkesinambungan. Sepatutnya kita sebagai diaspora menarik gengsi dan mendorong kepercayaan diri untuk terus belajar, berkarya, berprestasi ; demi menghindari ironi ketertinggalan saat ini. jangan malu, kaku dan berpangku dagu, karena kami yakin diaspora Indonesia, kita bisa.(Najwan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar