Entah ku tak tahu
Ku tak tahu siapa yang menanam benih
Ku goreskan pena tuk ungkap rasa dan
makna
Namun ketika mencapai moksa, segala
yang wujud dalam ruang hampa di dada
Kini melebur menjelma tiada lalu sirna
Engkaukah itu, wahai pria bertubuh
tegap bemata sayu?
Engkaukah pelukis bocah kecil itu,
dulu?
Engkaukah pemahat jiwanya, pengukir
sanubarinya?
Ku coba gambar sosoknya dalam khayal
Ia sebab anak itu berawal
Lalu tumbuh subur, segar, besar
berharikan semangat
Wahai Pria yang wajahnya sendu, pipinya
kasar, bibirnya pucat
Matanya sayu serta kulitnya
berkeringat pekat
Mengapa engkau begitu bersemangat?
Mengasuhnya, menyuapinya, meninabobokannya
Bahkan engkau sampai sudi tuk
bersihkan kotorannya.
Apa sebab engkau bersikap seperti itu?
Mengapa engkau terdiam dingin kaku
begitu?
Mana jawabanmu? Ku ingin tahu.
Sesampai disini,kata-kataku mengental
di ujung pena
Ternyata, ada rasa yang tak kuasa dijabarkan
melalui kata
Ia terlalu indah tuk diungkap
berperantarakannya
Hingga bahasa pun luluh dihadapannya
Rasa dan Pria itu telah mendarah
daging sejak lahirnya
Anak itu. Mutiara terindah dalam
hidupnya
Yang cahayanya memendar ke seluruh
alam sekitarnya.
Ku bertanya Siapa Ia? Dan Apa dia?
Tahukah kamu ?
(A Karim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar