Kamis, 04 Februari 2016

Aku ber-Sastra, Aku Bodoh

                   

            Buat apa belajar, buat apa berimajinasi, buat apa berkreasi, buat apa merevolusi, buat apa membangun, buat apa berkembang, buat apa sastra, jika Indonesia sudah maju!, sebab sastra tidaklah lebih dari sebuah mainan kata yang diselipkan dalam pelajaran bahasa Indonesia sewaktu SMP maupun SMA dan tidak berarti apa-apa bagi mereka. Ingat! Indonesia bisa merdeka bukan karena sastra, Indonesia bisa maju seperti ini…bukan karena sastra, Indonesia bisa sehebat saat ini….bukan karena sastra. Sastra hanyalah orang dibalik layar bioskop yang tak terlihat sedikitpun oleh para penonton. Sastra hanyalah ‘penceklik’ nilai-nilai pancasila, sastra hanyalah teks berdebu dan karena sastra memang diumpat-umpatkan oleh Indonesia. Sastra sedang disimpan pada hijaunya hutan Indonesia dan tertimbun didalam gunung-gunung di Indonesia.

            Mereka manusia-manusia Indonesia telah berhasil membawa Indonesia menuju gerbang kemeredekaan bahkan gerbang modernitas, namun mengapa Indonesia ‘masih’ sehabat begini? Mengapa Indonesia ‘bisa’ seperti saat ini? Mereka itu pandai secara lahir, tapi tidak secara batin.

            Percaya! Sastra tidak lebih seperti obat yang pahit bagi manusia Indonesia. Ia beraroma busuk bagi para pelacur, dia beraroma bangsat bagi para koruptor, dan dia beraroma racun bagi para penista hukum. Tidak akan ada yang menudukung sastra berkembang di Indonesia, percayalah!. Sastra sejatinya akan tetap dipenjara dikedalaman hutan Papua, tetap dipenjara didalamnya kedalaman laut Banda,  akan terasingkan sebagaimana dipedalaman suku Badui, dan selalu dimusnahkan diseluruh nusantara. Ironis memang, tapi begitulah manusia Indonesia begitu ‘pintarnya’.

            Sastra tidak akan mempunyai ruang untuk membangun masyarakat Indonesia, sebab manusia Indonesia telah puas dengan pembangunan lahiriah. Saya tidak menyebut anda sebagaimana ‘diatas’, sebab anda memiliki pembangunan lahiriah dan batiniah bagi para masisir. Percayalah!  Pembangunan lahiriah tidak bisa menjawab semua persoalan manusia. Tapi pembangunan yang anda alami adalah pembangunan yang akan menjawab permasalahan batiniah sentimen, korupsi, loyalitas, nepotisme, radikalisme dan segalanya yang tidak bisa dijawab dengan angka-angka, rumus, atau kejelimetan sejumlah birokrasi di Indonesia. Persoaalan tersebut menyangkut jiwa-jiwa manusia, jangan andalakan jiwa manusia di Indonesia, pikirkanlah jiwa manusia anda sendiri, karena pembangunan batiniah anda disana, bisa menjadi jawaban sastra bagi manusia disini.

            Akan semakin bodoh manusia Indonesia jika seluruh mata pelajaran sastra dipaksakan masuk kedalam kurikulum pendidikan nasional. Sungguh tidak bisa dibayangkan bagaimana ‘bom atom’ akan merusak-barukan Indonesia, sebagaimana Jepang dahulu dan sekarang. Maka sungguh benar ‘tidak bisa dibayangkan bagaimana ‘bom atom’ akan merusak-barukan Indonesia, sebagaimana Jepang dahulu dan sekarang’. Dan memang sungguh benar ‘tidak bisa dibayangkan bagaimana ‘bom atom’ akan merusak-barukan Indonesia sebagaimana Jepang dahulu dan sekarang’.

            Cukup dengan masisir membangun jawaban atas keraguan pembangunan lahiriah Indonesia, persoalan-persoalan bisa dijawab dengan memasuki sastra (batiniah). Semakin banyak anda menumpuk sastra dijiwa anda maka semakin membesar empati anda terhadap negara ini. Cukup dengan empati-empati yang berlapiskan nilai dapat memanusiakan manusia dan membangsakan bangsa ini. Dan jika sudah seperti itu saya yakin, bahwa manusia Indonesia tidak akan sanggup lagi untuk korupsi, menghina etnis/komunitas/agama, bersikap materialistis bahkan perbuatan hina-dina lainnya.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar