وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا
نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ
وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
(التوبة 122)
Dan tidak
sepatutnya orang – orang mukmin itu semuanya pergi ke ( medan perang ). Mengapa
sebagian dari mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan
untuk memberi peringatan kepada mereka dan untuk memberi peringatan kepada
kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya. (Q.S
At Taubah: 122)
Sahabat Al Quran yang diridhoi dan dicintai Sang Khaliq, juga
sahabat masisir dimanapun anda berada pada
kesempatan ini marilah sama – sama kita tadabburi ayat ini. Dalam kitab li
babi-n-Nuqul fii Asbaabil-n-Nuzul. Karya al Imam Abdurrahman bin Abi Bakar
As Suyuti beliau menukil dari Abdillah bin Ubaidillah Bin Umair bahwasanya umat
muslim pada masa awal islam sangat cenderung hatinya untuk
pergi berjihad di medan perang, hingga suatu saat ketika Rasulullah mengutus
laskar perang untuk berjihad mereka berbondong – bondong mendaftarkan dirinya
untuk “berniaga” dengan Sang Khaliq, tapi rupanya hal ini tidak sesuai dengan
keadaan kota madinah yang ketika itu hanya menyisakan segelintir muslimin. Maka
turunlah ayat ini sebagai pengingat bahwa dalam sebuah konstitusi pemerintahan
harus terdapat tawazun atau keseimbangan. Hingga disatu tempat ada yang
berpeluh membela panji Islam dengan tombak dan pedang, dilain sisi ada pula
“pejuang” lain yang berpeluh dengan pena dan nuskhah – nuskhah sebagai bukti
peradaban islam yang berkembang diberbagai bidang.
Dalam Tafsir Jalalain dijelaskan, bahwa ayat ini mengandung sebuah
perintah langsung agar kaum muslimin tidak hanya focus pada peperangan, harus
ada sebuah jamaah yang menuntut ilmu bersama nabi Muhammad SAWuntuk mempelajari
dan sekaligus mengajarkan apa yang mereka dapat dari Rasulullah SAW agar umat
muslimin dapat secara berkala dapat mendapat pengajaran dan pendidikan islam.
Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa betapa pentingnya peran dari pendidikan
di zaman Rasul hingga derajatnya disetarakan dengan muslimin yang berjihad di
medan perang.
Hal ini mengingatkan kita pada konsep ekspansi islam pada zaman
khulafaaur Rasyidin dan pada masa dinasti Umayyah dan Abbasyiah yang tidak
pernah memakai istilah ihtilaal atau isti’mar yanga secara Bahasa diartikan penjajahan dan
penindasan tetapi istilah yang digunakan adalah Futuhaat Islamiyyah.
Yaitu system penyebaran nilai – nilai islam dengan menonjolkan perkembangan
konsep ketuhanan, keilmuan sekaligus peradaban baru yang rahmatan lil’alamin.
Maka tidak heran dalam jangka waktu yang pendek atau sekitar 40 tahun masa
khulafaur Rasyidin daerah kekuasaan islam sudah berkembang hingga eropa dan asia
timur. Sebuah pencapaian luar biasa dimana islam muncul diantara dua kekuatan
besar dunia ketika itu Byzantium Romawi dan Persia.
Pada dasarnya manusia memiliki sebuah kewajiban untuk bisa
mengemban amanah sebagai khalifah dimuka bumi ini. Kewajiban itu adalah
beribadah kepada Allah SWT. Hal ini merupakan suatu yang sudah menjadi konsep
individu setiap manusia dan bahkan menjadi syarat untuk mewarnai dunia ini. Dan
konsep ibadah pun tidak hanya sebatas ibadah qauliyah dan amaliyah saja, makna
ibadah ini dapat menjadi luas artinya apabila kita meniatkan kehidupan
keseharian dalam bermasyarakat, dalam belajar, dalam melangkah ke majelis
ilmu bahkan ketika ketika kita tidur
untuk mengumpulkan kembali tenaga dapat bermakna ibadah jika didasari niat taat
pada Allah SWT.
عن عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِي اللَّهُ
عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِنَّمَا الأعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا
لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا
أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ (رواه
البخاري و مسلم)
Dari Amirul Mu’minin Abu Hafsh RA:
Dia berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya pekerjaan
pekerjaan itu dengan niatnya, dan setiap orang akan mendapatkana apa yang ia
niatkan. Barangsiapa yang hijarahnya kepada Allah SWT dan Rasulullah maka
hijarahnya kepada Allah dan Rasul-Nya dan barangsiapa niatnya untuk dunia maka
dia akan mendapatkannya atau untuk wanita maka ia akan menikahinya. Maka hijrah
seseorang kempbali pada niatnya.
So, sahabat masisir yang diridhoi Allah SWT, konsep ibadah yang
sedang bersama kita emban bisa diibaratkan dengan ibadah jihad para Thullabu-l-Ilmy
yang bersama Rasul meninggalkan medan perang untuk berpeluh dengan pena dan
kitab. Yang mengaji, membaca, berdiskusi, dan menulis untuk sema – sama kaafah
dalam berjuang yaitu menegakkan
agama Allah SWT. Niat kuat yang apabila diiringi semangat menuntut ilmu yang tak serat
akan membawa setiap manusia kedalam sebuah ranah dimana ia akan berusaha
mendapatkan apa yang ia cita – citakan, disinilah hukum Allah SWT yang berkata
bahwa barang siapa yang yang berusaha maka ia akan mendapatnya. Seakan menambah
motivasi seorang penuntut ilmu Rasulullah pun bersabda: barangsiapa yang
berjalan dalam urusan mencari ilmu maka Allah SWT akan memudahkan jalan menuju
Surga.
Sebagai mahasiswa
yang telah diamanahi untuk belajar di negeri Kinanah, maka seakan ada tumpuan
beban yang harus dipikul diatas setiap pundak masisir yaitu sebagai mundzirul
qaum¸ atau Pengingat Kaum yang akan membawa dan mengarahkan umat muslim
untuk berada diatas rel, rel yang akan menjadi pijakan umat untuk berjalan
diatas jalan yang haq, rel yang akan dijadikan lentera penerang umat. Dengan
derasnya dinamika masisir yang dijalani oleh setiap masisir selayaknya kita
harus selalu sadar bahwa setiap kita adalah Rasul (utusan) dalam menuntut ilmu
di negeri Mesir dan suatu saat akan tiba saatnya semua itu akan
dipertanggungjawabkan di tengah masyarakat yaitu untuk mengamalkan apa yang
telah kita pelajari hingga tiba saatnya ilmu kita akan dipertanggungjawabkan di
depan Allah SWT. So, selalu perbaharui niat ya!(ibnuidris).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar