Jumat, 05 Februari 2016

INTAN MEMBANJIRI KINANAH


Mesir laksana intan yang cahayanya membiaskan pantulan yang berbeda-beda dari segala sudut dan lekuk tubuhnya, ia merdeka untuk dipandang dari berbagai macam sisi, ia akan selalu unik dan menggoda hati setiap peliriknya. Mesir bagai lautan indah tak bertepi  bagi para ahli sejarah, sebab negeri penguasa sungai nil  ini menampung ribuan prasasti bersejarah mulai dari peradaban Dinasti Firauniyah hingga Perdaban Islam, Mesir ibarat Surga bagi penuntut ilmu, karena didalam tubuhnyalah terdapat  pusat peradaban  keilmuan islam tertua dan terbesar yang masih bertahan  kokoh sampai sekarang, yakni Universitas Al-Azhar Asy-syarif.
Setiap tahunnya Al-Azhar selalu kebanjiran puluhan ribu pelajar yang menjejali kampusnya,mereka datang dari berbagai penjuru dunia demi mengais “Harta karun” keilmuan Islam yang terpendam di bumi para nabi ini. Dan merupakan sebuah nikmat tiada tara, kita termasuk dalam barisan pengais harta karun tersebut.
Seorang pelajar harus cermat dan cerdas dalam menentukan pilihan-pilihan dalam hidupnya, sebagai mahasiswa al azhar harus selalu menyadari bahwa mempelajari ilmu-ilmu syar’i adalah tugas yang sangat mulia, setiap usaha dan kerja kerasnya disetarakan dengan jihad, karena ialah yang nantinya akan mengemban amanah tuk menebarkan benih-benih hidayah dan menjaga agama dan umat dari pemikiran-pemikiran yang melenceng dan menyesatkan. 
Mesir negeri yang bebas, maka masa depan kita akan ditentukan oleh cara dan bagaimana kita menentukan pilihan, di Mesir Firaun dan Musa selalu dan akan terus bertarung, ada individu, lembaga, kelompok, organisasi Firaun, tetapi ada pula pengikut Musa, maka kita semestinya harus cermat dan hati-hati dalam menentukan pilihan hidup. Hendaknya setiap dari kita berusaha untuk menjadi mahasiswa ideal, yakni mahasiswa yang mampu mempertahankan tujuan utamanya datang ke kairo ini, ia adalah pencari ilmu bukan pemburu ijazah dan yang mampu menemukan jati dirinya dari proses pembelajaran yang ia jalani.
Mari kita renungi kisah antara Imam Malik dengan salah satu muridnya yakni Yahya al-Andalusy. Yahya al-Andalusy sengaja datang dari spanyol ke madinah untuk berguru kepada Imam malik, pada suatu hari, ketika terjadi  dialog antara guru dan murid-muridnya tiba tiba ada seekor gajah yang lewat, sehingga murid Imam malik pergi meninggalkan beliau, untuk melihat gajah tersebut, kecuali Yahya al-Andalusy, Imam Malik heran seraya bertanya wahai Yahya kenapa kamu tidak pergi melihat gajah bersama teman-temanmu yang lain? Yahya menjawab “Ya Imam! saya sengaja datang dari Spanyol ke Madinah untuk berguru kepadamu bukan untuk melihat gajah”.
Oleh karena itu untuk menyuburkan benih niat mulia yang telah kita tanam,hendaknya kita mencari lingkungan dan kawan-kawan yang mendukung kepada ilmu dan ketaqwaan, walaupun tidak mayoritas, walaupun berat dan walaupun tidak populer, supaya tetap istiqomah agar kita mencari kawan yang tidak mengajak pada kelalaian, meminjam pepatah arab “Shodiiquka man abkaaka la man adhhakaka”. Agar tidak asal ikut–ikutan dan akhirnya jatuh ke lubang penyesalan terdalam.
Namun jika seseorang  sudah terlanjur jatuh, maka dia harus bangkit dari lubang keterpurukan, walau susah dan payah, karena terlambat lebih baik daripada tidak sama sekali, karena  memperbaiki diri dan mengakui kesalahan lebih baik daripada menangis-nangisi segala sesuatu yang telah terjadi.
Saya ingin memberikan formula sederhana atau obat penawar yang mungkin bermanfaat untuk kita semua,ada tiga cara yang mesti kita tempuh demi merealisasi semua cita-cita sebagai seorang mahasiswa ideal , yang diidam-idamkan oleh keluarga, menyejukkan hati penduduk langit dan bumi nantinya.
Pertama mulailah dari yang kecil (ibda’ bi l-yasir), perkara-perkara ringan yang sekilas tampak remeh namun sebenarnya mempunyai efek bola salju. Sampah yang bertumpuk dan merusak lingkungan berawal dari puntung rokok atau bungkus kacang, korupsi milyaran bahkan trilyunan bermula dari puluhan atau ratusan ribu rupiah. Orang yang menganggap enteng dan terbiasa melakukan dosa-dosa kecil akan cendrung dan kelak berani melakukan dosa-dosa besar. Sebaliknya, jika dia terbiasa dengan hal-hal yang baik, seperti membaca buku, menulis, berdiskusi, menghafal al-Qur’an, terbiasa bersopan santun, dan bertata krama yang baik semenjak masa kecilnya, nantinya segala hal-hal yang baik itu akan terbawa dan menjelma menjadi watak bagi dirinya, hingga ia beranjak dewasa, seperti kata pepatah “sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit”.
Kedua, mulailah dari diri sendiri (ibda’ bi-nafsika), mulai dengan mendisiplinkan diri dalam beribadah, belajar, berkegiatan. Umat Islam terdahulu menjadi bangsa yang disegani dan mampu membangun peradaban gemilang dengan disiplin. Tak ada kemajuan tanpa kedisiplinan. Bangsa-bangsa yang pernah kalah perang seperti  jerman dan jepang bisa bangkit dan maju karena disiplin, demikian pula  Singapura, Korea dan Malaysia. Disiplin yang bermula dari diri sendiri, kesadaran, kepatuhan dan kerja keras.
Ketiga, mulailah hari ini, sekarang juga (ibda’i l- yawma). Perjalanan 1000 km berawal dari satu langkah, jangan pernah takut melangkah, tidak ada gunung yang tidak dapat didaki, tak ada kesulitan yang tak dapat diatasi, tidak ada yang mustahil diraih, jika prosudernya diikuti. Man jadda wajada, Man saara ‘ala d-darbi washala, tidak ada yang terlambat untuk meraih sukses dan kebaikan, mulai dari sekarang, saat ini, hari ini juga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar