Mesir laksana intan yang cahayanya membiaskan
pantulan yang berbeda-beda dari segala sudut dan lekuk tubuhnya, ia merdeka
untuk dipandang dari berbagai macam sisi, ia akan selalu unik dan menggoda hati
setiap peliriknya. Mesir bagai lautan indah tak bertepi bagi para ahli sejarah, sebab negeri penguasa
sungai nil ini menampung ribuan prasasti
bersejarah mulai dari peradaban Dinasti Firauniyah hingga Perdaban Islam, Mesir
ibarat Surga bagi penuntut ilmu, karena didalam tubuhnyalah terdapat pusat peradaban keilmuan islam tertua dan terbesar yang masih
bertahan kokoh sampai sekarang, yakni
Universitas Al-Azhar Asy-syarif.
Setiap tahunnya Al-Azhar selalu kebanjiran
puluhan ribu pelajar yang menjejali kampusnya,mereka datang dari berbagai
penjuru dunia demi mengais “Harta karun” keilmuan Islam yang terpendam di bumi
para nabi ini. Dan merupakan sebuah nikmat tiada tara, kita termasuk dalam barisan
pengais harta karun tersebut.
Seorang pelajar harus cermat dan cerdas dalam
menentukan pilihan-pilihan dalam hidupnya, sebagai mahasiswa al azhar harus
selalu menyadari bahwa mempelajari ilmu-ilmu syar’i adalah tugas yang sangat mulia,
setiap usaha dan kerja kerasnya disetarakan dengan jihad, karena ialah yang
nantinya akan mengemban amanah tuk menebarkan benih-benih hidayah dan menjaga
agama dan umat dari pemikiran-pemikiran yang melenceng dan menyesatkan.
Mesir negeri yang bebas, maka masa depan kita
akan ditentukan oleh cara dan bagaimana kita menentukan pilihan, di Mesir
Firaun dan Musa selalu dan akan terus bertarung, ada individu, lembaga, kelompok,
organisasi Firaun, tetapi ada pula pengikut Musa, maka kita semestinya harus
cermat dan hati-hati dalam menentukan pilihan hidup. Hendaknya setiap dari kita
berusaha untuk menjadi mahasiswa ideal, yakni mahasiswa yang mampu
mempertahankan tujuan utamanya datang ke kairo ini, ia adalah pencari ilmu
bukan pemburu ijazah dan yang mampu menemukan jati dirinya dari proses
pembelajaran yang ia jalani.
Mari kita renungi kisah antara Imam Malik dengan
salah satu muridnya yakni Yahya al-Andalusy. Yahya al-Andalusy sengaja datang
dari spanyol ke madinah untuk berguru kepada Imam malik, pada suatu hari,
ketika terjadi dialog antara guru dan
murid-muridnya tiba tiba ada seekor gajah yang lewat, sehingga murid Imam malik
pergi meninggalkan beliau, untuk melihat gajah tersebut, kecuali Yahya al-Andalusy,
Imam Malik heran seraya bertanya wahai Yahya kenapa kamu tidak pergi melihat
gajah bersama teman-temanmu yang lain? Yahya menjawab “Ya Imam! saya sengaja
datang dari Spanyol ke Madinah untuk berguru kepadamu bukan untuk melihat gajah”.
Oleh karena itu untuk menyuburkan benih niat
mulia yang telah kita tanam,hendaknya kita mencari lingkungan dan kawan-kawan
yang mendukung kepada ilmu dan ketaqwaan, walaupun tidak mayoritas, walaupun
berat dan walaupun tidak populer, supaya tetap istiqomah agar kita mencari
kawan yang tidak mengajak pada kelalaian, meminjam pepatah arab “Shodiiquka man
abkaaka la man adhhakaka”. Agar tidak asal ikut–ikutan dan akhirnya jatuh ke
lubang penyesalan terdalam.
Namun jika seseorang sudah terlanjur jatuh, maka dia harus bangkit
dari lubang keterpurukan, walau susah dan payah, karena terlambat lebih baik
daripada tidak sama sekali, karena
memperbaiki diri dan mengakui kesalahan lebih baik daripada
menangis-nangisi segala sesuatu yang telah terjadi.
Saya ingin memberikan formula sederhana atau
obat penawar yang mungkin bermanfaat untuk kita semua,ada tiga cara yang mesti
kita tempuh demi merealisasi semua cita-cita sebagai seorang mahasiswa ideal ,
yang diidam-idamkan oleh keluarga, menyejukkan hati penduduk langit dan bumi
nantinya.
Pertama mulailah dari yang kecil (ibda’ bi
l-yasir), perkara-perkara ringan yang sekilas tampak remeh namun sebenarnya
mempunyai efek bola salju. Sampah yang bertumpuk dan merusak lingkungan berawal
dari puntung rokok atau bungkus kacang, korupsi milyaran bahkan trilyunan
bermula dari puluhan atau ratusan ribu rupiah. Orang yang menganggap enteng dan
terbiasa melakukan dosa-dosa kecil akan cendrung dan kelak berani melakukan
dosa-dosa besar. Sebaliknya, jika dia terbiasa dengan hal-hal yang baik, seperti
membaca buku, menulis, berdiskusi, menghafal al-Qur’an, terbiasa bersopan santun,
dan bertata krama yang baik semenjak masa kecilnya, nantinya segala hal-hal
yang baik itu akan terbawa dan menjelma menjadi watak bagi dirinya, hingga ia
beranjak dewasa, seperti kata pepatah “sedikit-sedikit lama-lama menjadi
bukit”.
Kedua, mulailah dari diri sendiri (ibda’
bi-nafsika), mulai dengan mendisiplinkan diri dalam beribadah, belajar, berkegiatan.
Umat Islam terdahulu menjadi bangsa yang disegani dan mampu membangun peradaban
gemilang dengan disiplin. Tak ada kemajuan tanpa kedisiplinan. Bangsa-bangsa
yang pernah kalah perang seperti jerman
dan jepang bisa bangkit dan maju karena disiplin, demikian pula Singapura, Korea dan Malaysia. Disiplin yang
bermula dari diri sendiri, kesadaran, kepatuhan dan kerja keras.
Ketiga, mulailah hari ini, sekarang juga
(ibda’i l- yawma). Perjalanan 1000 km berawal dari satu langkah, jangan pernah
takut melangkah, tidak ada gunung yang tidak dapat didaki, tak ada kesulitan
yang tak dapat diatasi, tidak ada yang mustahil diraih, jika prosudernya
diikuti. Man jadda wajada, Man saara ‘ala d-darbi washala, tidak ada
yang terlambat untuk meraih sukses dan kebaikan, mulai dari sekarang, saat ini,
hari ini juga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar