Oleh:
Habib bin Ahmad al-Jawii
Dunia mahasiswa, tidaklah asing di
hati seorang mahasiswa yang mana tujuan kedatangan kita sebagai mahasiswa tidak
lain adalah menuntut ilmu, apalagi kuliah di luar negri, tapi sangat
disayangkan, bahwa tidak sedikit dari kita yang lupa dan hilang dari tujuan
mulia itu, tujuan biasa disebut sebagai niat, itulah awal mula dan pondasi awal
dari menuntut ilmu,
Karena itulah Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya setiap amalan tergantung niatnya, dan
setiap orang akan mandapatkan (balasan) sesuai apa yang diniatkan, barangsiapa
yang hijrahnya menuju (keridhoan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya ke arah
(keridhoan) Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa hijrahnya karena (harta atau kemegahan)
Dunia yang dia inginkan, atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya,
maka hijrahnya itu ke arah yang ditujunya.” (Dari shahabat Umar bin Khattab,
diriwayatkan oleh al-Bukhory no. 1 dan Muslim no. 1907)
Al-Imam an-Nawawi menukilkan
pendapat jumhur ulama yaitu, suatu amalan tidak akan dihisab bila tidak
disertai niat (lihat al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/62), seperti surat
yang tertulis tanpa alamat tujuan yang tidak akan pernah sampai, bagaimana
dengan seseorang yang memiliki niat yang salah dalam menunut ilmu?
Diriwatkan oleh al-Imam Muslim –rahimahullah-
dalam Shahih Muslim, Dari shahabat Abu Hurairah , Bahwa Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya manusia pertama yang akan dihisab pada hari kiamat adalah seorang
yang berjihad … (hingga sabda beliau) dan seseorang yang belajar suatu ilmu dan
mengajarkannya, serta membaca Alquran, kemudian diberikanlah catatan amalannya,
hingga dia mengakuinya, lalu Allah ta’ala bertanya: ‘Apa yang sudah kau lakukan
atas nikmat-nikmat-Ku?’, Ia menjawab: ‘ Aku belajar dan aku mengajarkan apa
yang aku dapat, serta membaca Alquran karena-Mu’ , Allah azza wa jalla
menyanggah: ‘Engkau dusta, akan tetapi kau mencari ilmu agar disebut ‘Alim
(orang berilmu), dan membaca Alquran agar disebut Qori’(orang yang membaca
alquran dengan baik), dan manusia sudah menyebutmu demikian’, kemudian
diperintahkan malaikat-Nya agar diseret wajahnya dan melemparkannya ke
neraka,…”.
al-Imam an-Nawawi mengomentari
hadist ini bahwa: “Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap prajurit
yang berperang, ‘alim, orang yang baik bacaan Qurannya, hukuman yang menimpa
atas perbuatannya karena tidak ikhlas lillahi ta’alaa, dan masuknya
mereka ke dalam neraka adalah dalil atas haramnya berbuat riya dan kerasnya
hukuman pelaku riya, juga dalil hasungan atas wajibnya ikhlas dalam setiap
amalan,” (al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 13/50).
Pentingnya meluruskan niat dan
mengokohkannya karena menutut ilmu bagian dari ibadah, bahkan bagian dari jihad
fii sabilillah, berkata al-Imam Sufyan bin Sa’id at-Tsaury –rahimahullah- : “
Tidak ada satu amalan yang lebih utama dari menuntut ilmu, jika niatnya benar (Jami’
Bayanil Ilm, Ibnu Abdil Barr al-Maliky, Hal.119).
Bagaimana cara merealisasikan ikhlas lillah
ta’alaa? Asy-Syaikh Muhammad bin Hadi al-Madkholi –hafidzohullah- menjawab;
“Merealisasikan ikhlas karena Allah dengan cara menuntut ilmu, karena dengan
menuntut ilmu akan mewariskan sikap ikhlas lillahi ta’ala,
Setiap kali seseorang banyak
belajar, akan mewariskan daripadanya sikap khosyah (rasa takut yang diiringi
dengan pengetahuan tentang Rabb azza wa jalla) dan khouf (rasa takut
yang dimiliki keumuman orang) kepada Allah ta’ala, karena setiap kali ia
menelaah ia akan menemukan sesuatu yang belum pernah ia temui sebelumnya, dan
itu akan membawa pelakunya rasa bersungguh-sungguh bagi dirinya sendiri untuk
mendapatkan apa yang diinginkan,
Awal permulaan seseorang menuntut
ilmu pada masa kecilnya, dan pada awal masa mudanya, pasti memiliki keinginan
dari menuntut ilmu untuk menjadi ini dan itu, namun setelah dia membaca nash-nash
(ayat-ayat Alquran dan sunnah) yang mengandung hasungan dan ganjaran pahala
bagi orang yang ikhlas lillahi ta’ala, memperbanyak membacanya, menelaah
kandungannya, maka Allah akan mewariskan sifat ini kepadanya, kemudian jika dia
membaca nash-nash yang mengandung ancaman dan hukuman bagi orang yang
menuntut ilmu bukan karena Allah ta’ala, dari apa yang sudah Allah siapkan bagi
pelakunya dari adzab yang pedih dan siksa yang berat, maka dengan izin
Allah itu akan membawa pelakunya kepada
sikap khouf dan khosyah kepada Allah azza wa jalla, dan inilah
makna perkataan para imam-imam ahlus sunnah, seperti al-Imam Abdullah bin
al-Mubarok, dan selainnya –rahimahumullah-;
“ Kami sebelumnya menuntut ilmu untuk kepentingan
Dunia, maka ilmu itu menolak kecuali karena Allah”.
Ingin populer, ingin kedudukan dan
lain sebagainya yang merupakan kepentingan dunia. Ketahuilah! Ilmu menolak itu,
tetapi setiap kali seseorang menelaah ayat-ayat al-Quran, hadist-hadist
Nabawiyyah dan tafsir-tafsirnya yang berkaitan dengan niat lillahi ta’ala,
maka inilah yang akan mewariskan pelakunya sifat khouf dan khosyah
kepada Allah azza wa jalla” (lihat http://ar.miraath.net/fatwah/10771)
Meluruskan niat memang bukan hal mudah. Agar
senantiasa istiqomah dalam mempertahankan niatnya lillahi ta’ala, bahkan
karena sulitnya meluruskan niat sampai-sampai al-Imam Sufyan ats-Tsauri
–rahimahullah- berkata: “Tidak ada suatu perkara yang paling berat bagiku untuk
aku obati daripada niatku, karena niat itu bisa berubah-ubah terhadapku” . (Hilyatul
Auliya, 7/5 dan 62).
Semoga Allah ta’ala menjadikan kita sebagai
hamba-Nya yang senantiasa istiqomah dalam meluruskan niat karena Allah ta’ala,
semoga Allah menjadikan amalan ini hanya mengharap wajah-Nya, dan menjauhkan
dari sifat riya dan ujub, sesungguhnya Allah Maha mendengar do’a yang
dipanjatkan,
Wa sallallahu
‘alaa Muhammad wa ’alaa aalihi wa shohbihi ajma’in Wallahu a’lam bis showab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar