“...kami para wisudawan dengan ini
berjanji :
1.
Menjalankan perintah Allah dan
menjauhi segala larangannya.
2.
Bertingkah laku mulia dalam
berperangai ataupun kalimat.
3.
Siap menjadi duta Al- Azhar yang
menyebarkan dakwah islam dan mengabdi kepada rakyat, bangsa, dan negara.
4.
Siap menjaga nama baik institusi Al-
Azhar dikancah nasional dan internasiona.
Demikian janji ini kami ikrarkan,
hanya kepada Allah kami memohon
pertolongan.”
Tepat pada tanggal 20 Oktober 2015, gedung al-Azhar
Conference Center (ACC)
menjadi saksi berkumandangnya pembacaan ikrar janji 267 wisudawan dan
wisudawati universitas al-Azhar Cairo, Mesir. Terlihat senyum merekah
dari setiap wajah para wisudawan dan wisudawati menggambarkan kebahagiaan dan
kepuasan yang tak terkira harganya. Kebanggaan
atas keberhasilan untuk meraih titel license, pasca sarjana, dan
doktoral yang didapatkan setelah menempuh perjuangan yang teramat berat
terbalaslah sudah, ketika nama mereka satu
persatu disebutkan. Dan sekarang, tugas
sesungguhnya dari sebuah misi mulia yang disematkan kepada seluruh wisudawan
dan wisudawati barulah dimulai.
Apa tugas dan misi sesungguhnya itu?
Apa tugas dan misi sesungguhnya itu?
Ikrar atau janji yang diucapkan
serentak oleh 267 wisudawan dan wisudawati sejatinya bukanlah ikrar biasa atau
janji biasa. Ada kewajiban besar yang harus dilaksanakan 267 kader bangsa ini
untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah mereka ucapkan. Sungguh! Ini bukan
janji biasa.
Merujuk pada firman Allah
dalam surah At-Taubah ayat 122 yang berbunyi :
وَمَا كَانَ
الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ
فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا
قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ (التوبة: 122)
Artinya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya
(ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Q.S. At-Taubah: 122)
Berdasarkan ayat diatas,
tertera dan tertulis secara jelas bahwa kita sebagai seorang penuntut ilmu yang
mendapatkan kesempatan untuk mengambil dan mengkaji ilmu di pusatnya segala
ilmu keislaman, memiliki tugas dan amanah yang besar untuk “tabligh”
atau menyampaikan segala ilmu yang kita miliki kepada kaum kita masing-masing
ketika kembali dari peraduan pencarian ilmu.
Ayat tersebut merupakan isyarat wajibnya pendalaman
ilmu dan menyampaikannya kepada orang lain guna memahamkan segala ketidaktahuan
karena kurangnya ilmu pengetahuan tentang hal itu. Surah At-Taubah ayat 122 di atas
menunjukkan betapa pentingnya pendidikan Islam kepada masyarakat, sehingga Allah
SWT “Seolah-olah” melarang kaum muslimin
ikut berperang semuanya, tetapi harus ada sebagian dari mereka yang
memfokuskan perhatiannya pada usaha mendalami ilmu pengetahuan, khususnya
ilmu-ilmu agama Islam.
Janji yang diucapkan harus berbanding
lurus dengan paradigma yang menjadi landasan sebuah misi keislaman yang Azhary.
Kondisi Islam di Indonesia yang penuh dengan
keanekaragaman adat juga istiadat didalamnya, tentu memerlukan sebuah kerangka
pikiran yang tidak tajam ke salah satu sisi, dan tumpul pada sisi yang lainnya.
Diperlukan dalam menanggulanginya seorang ulama yang intelek, yang mampu melihat
sebuah permasalahan dari sudut pandang
yang berpusat pada Al-qur’an dan As-sunnah sebagai landasan dalam mengambil
sebuah pikiran, tindakan, dan keputusan, Tanpa dipengaruhi oleh kekuatan suatu
paham tertentu, atau bahkan berbau politik.
Disinilah peran alumni Universitas Al-
Azhar harus terlihat. Bahkan tidak hanya sekedar terlihat dalam bentuk sebuah
reflika pemikiran dan peringatan, tapi harus terlihat dalam sebuah bentuk
keefektifan konsep dan pergerakan yang lebih komplit. Pergerakan yang membawa
misi lahiriah dan bathiniah yang jelas dalam segala aspek guna melebarkan sayap
dakwah Islam.
Alumni Al-Azhar diuji, tidak hanya
menjadi pengamat dan pengkritik tanpa solusi, tapi menjadi sebuah benteng yang
kokoh untuk mengawal keutuhan dan
kemurnian Islam. Dan Tentunya dengan ‘ulum dan manhaj yang telah
diwariskan oleh ulama-ulama Azhari.
Ada beberapa hal yang tentunya harus
diperhatikan oleh para alumni Al- Azhar yang akan kembali pulang ke Indonesia.
Mengutip pada ikrar pertama wisudawan
yang telah dibacakan ketika resepsi wisuda, yaitu menjalankan perintah Allah
dan menjauhi segala larangannya, maka tugas pertama yang harus dilakukan adalah
islah terhadap diri masing-masing. Memastikan diri sendiri sudah mampu dan
konsekuen untuk menjalankan segala syariat Allah serta menjauhi segala hal yang
diharamkannya. Karena dakwah memerlukan sebuah kesinambungan antara risalah
yang disampaikan dan ilmu yang diamalkan.
Kemudian, ikrar kedua menyebutkan “Bertingkah
laku mulia dalam berperangai dan kalimat”. Hal ini tentunya selaras dengan
pengaplikasian ilmu-ilmu yang telah dipelajari. Adab dan perangai tentu menjadi
ujung tombak sang pendakwah. Ketika adab dan perangai tidak sejalan dengan apa
yang disampaikan, maka akan menjadi sebuah kerancuan yang sangat menonjol dalam
alokasi misi dakwah. Karena sejatinya, adab di atas ilmu itu sendiri.
Siap menjadi duta Al-Azhar yang
menyebarkan dakwah islam, dan mengabdi kepada rakyat, bangsa dan negara adalah
ikrar ketiga yang memiliki tingkat pembuktian yang tinggi. Ketika kita berikrar
untuk siap menjadi duta al-azhar, secara tidak langsung, kita sudah
menghadirkan reflika al-Azhar dalam diri kita masing-masing. Bagaimana al-Azhar
dengan segala pergerakan keilmuannya? Bagaimana al-Azhar dengan segala miliu
kekuatan dakwahnya? Bagaimana al- Azhar dengan seluruh akhlak serta perangai
para ulamanya? Tentu hal ini sangatlah berat dan sulit untuk diaplikasikan.
Tapi, usaha untuk menjadikan “Duta al-Azhar yang hakiki” dalam diri para
alumni, tentu akan menular pada aliran semangat, pemikiran, dan perjuangan para
alumni untuk mewujudkan misi al-Azhar yang mulia ini.
Dan ikrar yang terakhir adalah ucapan
kesediaan untuk menjaga nama baik al-Azhar dikancah nasional dan internasional.
Ketika berbicara tentang al-Azhar, ketika sudah tidak lagi berbicara tentang
nuansa nasionalisai, tapi al-Azhar menghadirkan kekuatan internasionalisasi,
dimana seluruh dunia akan memandang dan memfokuskan tatapannya kepada para
alumni dari kiblatnya ilmu-ilmu keislaman ini.
Sejatinya, jika 267 wisudawan dan
wisudawati sungguh-sungguh berjuang untuk mengaplikasikan segala janji yang
terucap dan terikrar, maka dapat dipastikan, 267 kader bangsa ini mampu
menjadikan islam kokoh berdiri di bumi ibu pertiwi. Menjadikan islam lebih
terdengar gaungnya, menggema dalam segala pergerakkan para alumni al-Azhar yang
wasathy.
Semoga kepulangan 267 duta al-Azhar
ini, mampu meredam segala permasalahan dan konflik yang sedang merajalela dan mewarnai tanah air
yang mulia, Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar