Tidak
akan tegar suatu karang kecuali ombak yang terus menimpanya, membentuknya kuat
dan tegar sehingga ia terus menjadi pengibaratan atas sebuah ketegaran. Sebuah
guci tidak akan menjadi guci kecuali
sebelumnya ia hanyalah tanah liat, yang kemudian dibentuk dengan berkali-kali
polesan, goresan, dan tempaan sebelum ia akhirnya membentuk guci yang indah.
Tak hanya sampai disitu, masih ada banyak proses yang harus ia tempuh sebelum
akhirnya ia sampai pada sebuah toko dan terpajang cantik dengan label harga
yang tak murah, mengundang iri barang-barang yang ada di sekelilingnya.
Terkadang kita lupa, bahwa dulunya ia hanyalah sebuah tanah liat.
Kemudian apa yang mengubahnya menjadi sesuatu yang memiliki harga yang tidak murah? Kita biasa menyebutnya proses. Proseslah yang membentuk pribadi seseorang, baik atau buruk, dermawan atau kikir, kaya atau miskin, semua terbentuk atas dasar sebuah proses. Setegar apa suatu karang dapat dinilai dari seberapa sering ombang menerjangnya, bukan dari bagaimana angin sepoi menyapanya setiap pagi. Pribadi yang kuat bukan dibentuk dalam zona nyaman, ia harus keluar dari zona nyaman untuk menjadi pribadi yang sukses.
Yang terpenting bukanlah bagaimana sesuatu itu nampak, namun proses apa yang menjadikan sesuatu tersebut nampak sedemikian rupa. Tidak mungkin orang yang setiap harinya bermain bola akan tampak mahir bermain biola padahal ia bahkan tak pernah menyentuh biola itu sendiri, paling tidak orang yang setiap harinya bermain bola akan memiliki kemampuan lebih dalam bermain bola. Karena hakikat manusia adalah bergerak. Tidak mungkin seseorang hanya berhenti pada tahap menendang bola, tapi ia akan berpindah ke tahap menggiring bola kemudian mengoper bola, sebelum akhirnya ia dapat dinyatakan menguasai seluruh tahapan dalam bermain bola. Kita menyebutnya proses, hal yang seringkali tak tampak di mata manusia. Proses adalah hal vital yang sering terabaikan oleh kasat mata manusia, seolah ada tabir yang menyelubung, kemudian memberikan batasan atas kemampuan seseorang. Seolah ada batasan untuk berkembang lebih. Jika orang terdahulu mampu mencapai hasil yang gemilang, lalu mengapa kita sudah berpuas hati dengan hasil yang kita perolah sekarang? Mengapa berbeda hasil antara proses yang kita lalui dan proses yang mereka lalui?.
Maka alangkah lebih baiknya jika kita sibak tabir batasan antara kita dan orang-orang terdahulu, para penoreh sejarah yang ilmunya dapat kita rasakan hingga saat ini. Yang karyanya begitu mendunia, yang kemudian digunakan sebagai pedoman dan rujukan bagi generasi setelahnya. Yang manis hasil jerih payahnya dapat dirasakan bahkan untuk generasi kita yang hidup ribuan tahun setelahnya, yang namanya harum bahkan dalam hitungan abad. Lalu apa yang membedakan generasi kita dan generasi penoreh sejarah? Karena hakikat manusia terlahir dalam keadaan fitrah (suci), Allah Yang Maha Adil pun memberikan komposisi otak yang sama antara kita dan orang-orang terdahulu, lalu apa yang membedakan? Jawabannya adalah proses, proses yang berbeda akan menghasilkan hasil yang berbeda pula. Apakah sama hasil antara orang yang berilmu dan orang yang tidak berilmu?
“Witing tresno jalaran soko kulino” cinta itu datang karena terbiasa. Pembiasan (habit) adalah hal terpenting yang harus kita garis bawahi, bahwa sebuah proses lahir karena sebuah pembiasaan. Pembiasaan seperti apa yang kita terapkan pada diri kita masing-masing? Allah tidak pernah tidur, dan Allah tidak buta, Allah tak akan pernah menyia-nyiakan segala usaha yang kita kerahkan. Dan hasil selalu sepadan dengan usaha yang kita keluarkan, jika hasil yang kita dapatkan masih saja belum memuaskan, tanyakan kembali pada diri kita, berapa persen usaha kita yang tercurahkan?
Kemudian apa yang mengubahnya menjadi sesuatu yang memiliki harga yang tidak murah? Kita biasa menyebutnya proses. Proseslah yang membentuk pribadi seseorang, baik atau buruk, dermawan atau kikir, kaya atau miskin, semua terbentuk atas dasar sebuah proses. Setegar apa suatu karang dapat dinilai dari seberapa sering ombang menerjangnya, bukan dari bagaimana angin sepoi menyapanya setiap pagi. Pribadi yang kuat bukan dibentuk dalam zona nyaman, ia harus keluar dari zona nyaman untuk menjadi pribadi yang sukses.
Yang terpenting bukanlah bagaimana sesuatu itu nampak, namun proses apa yang menjadikan sesuatu tersebut nampak sedemikian rupa. Tidak mungkin orang yang setiap harinya bermain bola akan tampak mahir bermain biola padahal ia bahkan tak pernah menyentuh biola itu sendiri, paling tidak orang yang setiap harinya bermain bola akan memiliki kemampuan lebih dalam bermain bola. Karena hakikat manusia adalah bergerak. Tidak mungkin seseorang hanya berhenti pada tahap menendang bola, tapi ia akan berpindah ke tahap menggiring bola kemudian mengoper bola, sebelum akhirnya ia dapat dinyatakan menguasai seluruh tahapan dalam bermain bola. Kita menyebutnya proses, hal yang seringkali tak tampak di mata manusia. Proses adalah hal vital yang sering terabaikan oleh kasat mata manusia, seolah ada tabir yang menyelubung, kemudian memberikan batasan atas kemampuan seseorang. Seolah ada batasan untuk berkembang lebih. Jika orang terdahulu mampu mencapai hasil yang gemilang, lalu mengapa kita sudah berpuas hati dengan hasil yang kita perolah sekarang? Mengapa berbeda hasil antara proses yang kita lalui dan proses yang mereka lalui?.
Maka alangkah lebih baiknya jika kita sibak tabir batasan antara kita dan orang-orang terdahulu, para penoreh sejarah yang ilmunya dapat kita rasakan hingga saat ini. Yang karyanya begitu mendunia, yang kemudian digunakan sebagai pedoman dan rujukan bagi generasi setelahnya. Yang manis hasil jerih payahnya dapat dirasakan bahkan untuk generasi kita yang hidup ribuan tahun setelahnya, yang namanya harum bahkan dalam hitungan abad. Lalu apa yang membedakan generasi kita dan generasi penoreh sejarah? Karena hakikat manusia terlahir dalam keadaan fitrah (suci), Allah Yang Maha Adil pun memberikan komposisi otak yang sama antara kita dan orang-orang terdahulu, lalu apa yang membedakan? Jawabannya adalah proses, proses yang berbeda akan menghasilkan hasil yang berbeda pula. Apakah sama hasil antara orang yang berilmu dan orang yang tidak berilmu?
“Witing tresno jalaran soko kulino” cinta itu datang karena terbiasa. Pembiasan (habit) adalah hal terpenting yang harus kita garis bawahi, bahwa sebuah proses lahir karena sebuah pembiasaan. Pembiasaan seperti apa yang kita terapkan pada diri kita masing-masing? Allah tidak pernah tidur, dan Allah tidak buta, Allah tak akan pernah menyia-nyiakan segala usaha yang kita kerahkan. Dan hasil selalu sepadan dengan usaha yang kita keluarkan, jika hasil yang kita dapatkan masih saja belum memuaskan, tanyakan kembali pada diri kita, berapa persen usaha kita yang tercurahkan?
العلم لا يعطيك بعضه
حتى تعطيه كلك
“
Ilmu tidak akan memberimu sebagian darinya, sampai engkau memberinya seluruh
(yang engkau punya)”
Tidak akan seseorang disebut ulama kecuali ia benar-benar ‘alim atas suatu perkara. Mari berkaca, sampai pada tahap mana proses yang kita lalui saat ini? Bersama kita dapat menghadirkan kembali masa kejayaan islam yang mulai pudar, menebalkan kembali tinta-tinta sejarah perkembangan ilmu dengan tangan kita. Bahwa kita dapat melakukan lebih dari apa yang kita peroleh hari ini. Berjuang menyusun rencana setelah memperbaiki niat, untuk apa melangkah ke negeri para nabi ini? Dunia tidak membutuhkan para pengobral janji, cukup bergerak dan buktikan, bahwa kita mampu mengukir kembali kejayaan islam.
Tidak akan seseorang disebut ulama kecuali ia benar-benar ‘alim atas suatu perkara. Mari berkaca, sampai pada tahap mana proses yang kita lalui saat ini? Bersama kita dapat menghadirkan kembali masa kejayaan islam yang mulai pudar, menebalkan kembali tinta-tinta sejarah perkembangan ilmu dengan tangan kita. Bahwa kita dapat melakukan lebih dari apa yang kita peroleh hari ini. Berjuang menyusun rencana setelah memperbaiki niat, untuk apa melangkah ke negeri para nabi ini? Dunia tidak membutuhkan para pengobral janji, cukup bergerak dan buktikan, bahwa kita mampu mengukir kembali kejayaan islam.
blogging yuks
BalasHapus