Sepucuk Surat dari Masisir
Kita
pernah mendengar suatu pertanyaan yang sangat bersahabat, “ bagaimana kabar kalian? namun pernahkah kita mendengar sebuah
pertanyaan “Bagaimana kabarmu dengan Allah? Bagaimana Taqwamu? Bagaimana Imanmu ? bagaimana ibadahmu ? dan yang paling penting adalah sebuah
pertanyaaan, bagaimana niatmu? Karena niat adalah pondasi dalam membangun sebuah
kesuksesan dan kearifan, tanpa adanya sebuah niat yang kokoh maka ibadah,
ketaqwaan, iman dan perkerjaan akan menghapus segala amalan kita. Niat itu
termasuk bagian dari iman karena niat temasuk amalan hati, niat itu pondasi,
bagi siapa yang mengharap keridhoan Allah, terutama para pencari ilmu, jika
dalam sebuah proses belajar pondasinya baik, maka dalam proses belajar akan baik, namun bila
tidak maka sebaliknya. Karena sebuah rumah takan dibangun kecuali dengan
pondasi dan tidak ada pondasi jika bangunan itu tidak dibangun. Niat itu
seperti sepucuk surat, manakala surat itu salah alamat, maka tidak akan pernah
sampai pada tempat. Sama seperti niat kita, jika niat goyah dan salah, maka
kita tidak akan pernah sampai kepada tujuan dan impian kita yang selalu kita
idam - idamkan.
Sepucuk
surat ini untuk masisir, pernah terfikirkan secara mendalam oleh anda, apa
tujuan anda ke mesir? Apa niat anda ke mesir? Mengapa anda harus belajar
kemesir? Apa yang sudah anda dapatkan dari Mesir? Tanyakan pada hati kecil
kita, kita bisa membayangkan berapa banyak uang yang dikeluarkan oleh orangtua
kita untuk membiayai kehidupan dan pendidikan. Berapa banyak waktu yang harus
kita korbankan untuk belajar, berapa banyak harapan yang kita pikul dari orang
– orang sekeliling kita, namun kita menyia-nyiakan waktu kita untuk
bermain-main, menghianati diri sendiri dengan bermalas-malasan, mendzolimi
harapan orang lain, dan memberikan jutaan alasan untuk mundur dari kompetisi
piala kesuksesan. Padahal roda kehidupan berputar menggelias keimanan, dan
menghancurkan tujuan kita yang selalu goyah, melumpuhkan hati kita yang masih
kotor, mendorong takwa kita yang sering longsor, menjajah iman yang masih
pengkor, menggrogoti jiwa ikhlas yang
masih bocor, menguasai sifat kita yang angkuh nan bongsor, mempersempit
doa kita yang semakin berkicau seperti orator, padahal ibadah sendiri masih
jarang nyetor, namun besar kepala dalam menilai sesama seperti auditor,
melumpuhkan tekad agar selalu menjadi pengekor, menyentak kita berlomba dalam
kejelekan menjadi pelopor, dan tekad berbuat baik malah terombang ambing hanya
bisa mengekor, sungguh, ternyata pondasi niat kita masih rapuh, tekad kita
masih angkuh, cinta kita masih dunia, lurusnya tujuan dan impian hanya
fatamorgana, fikiran kita masih termakan oleh nafsu yang menjajah jiwa, dan
melemahkan iman serta taqwa.
Memang sangat
sulit melawan niat berselimut nafsu dan nafas – nafas dunia yang fatamorgana dan
fana. Namun kita masih bisa meluruskannya, menyempurnakannya dan mengikhtiarkan
niat kita. Amirul mu’minin pernah berkata dalam sebuah Hadist,
Artinya: “Dari
Amirul Mukminin Abu Hafsh, Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
“Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Segala amal
itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka
barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya itu
kepada Allah dan rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu karena ingin
menggapai dunia atau karena seorang wanita yang akan dinikahinya, maka
hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya.” (H.R
Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907).
Disinilah peran para penuntut ilmu
dijalan Allah, kita harus luruskan niat untuk menggapai ridho illahi. Karenanya
kita belajar, dan karena ridhonya bertambahlah ilmu pengetauhan kita. kehidupan
dunia itu hanya kesenangan dan permainan. Kita harus menyadarinya bahwa dunia
bukanlah tempat keabadian ia hanya
sementara, fana, akan hancur dan segera berlalu serta hanya sekejap kita
rasakan kenikmatannya. Sesungguhnya dunia adalah sarana, tempat dimana kita
berupaya sebaik mungkin, untuk mengisi segala hari – harinya dengan segala
amalan untuk mencapai ridhonya. Banyak dari kita yang tak henti-hentinya
menggayuh roda kehidupan dalam gelombang kejahatan, kelalaian, keburukan serta
moral yang merusak kearifan, meruntuhkan sendi-sendi kehidupan manusia normal
dan berakal. Janganlah tertipu dengan nikmatnya dunia karena ia hanya sementara,
namun akhirat selamanya. Dunia ini adalah sebuah kesempatan bagi kita untuk
meluruskan niat, perbaiki diri, sucikan hati, dalam menapaki ridho illahi.
Sebagai seorang mahasiswa dan cendekiawan muslim patutlah kita merenungkannya,
dan menggapai ridhonya dengan meneladani sifat sidiq, menjalankan amanah,
pandai mengumandangkan tabligh dengan membuat halaqoh ilmiah dan da’wah, dan
cerdas dalam berfikir. Sungguh-sungguh dalam belajar, takut akan Allah beserta
ancaman laknat, berpihaklah pada kebenaran, menjauhlah dari kefanaan, serta bekukanlah
nikmat yang membutakan.
Jangan pernah merasa lelah meluruskan niat dalam ranah kehidupan ini,
karena hidup ini proses, proses untuk belajar, tanpa ada batas umur, tanpa ada
kata tua, jatuh berdiri lagi, kalah coba lagi, gagal bangkit lagi, sampai
kapan? Sampai tujuan tersampaikan, sampai harapan berbuah senyuman, dan niat
memberi kehangatan bagi siapa saja yang membutuhkan. Perjuangan dalam meluruskan
niat dan tekad ini mungkin mengakibatkan terenggutnya jiwa, hilangnya harta
benda sdan terurainya airmata. Jangan berhenti melangkah, karena disetiap
langkah berbuah pahala, jangan berhenti bernafas, karena setiap tarikan
nafasnya selalu mengingatkan Allah, jangan pernah menutup mata, karena pada
saat kau membukanya kau akan kehilangan harapan. Hidup memang memiliki banyak
masalah, tetapi akan selalu ada solusi manakala kita berusaha untuk tidak
menyerah. Hidup itu keras dan tidak mudah, tapi aku yakin kita jauh lebih keras
dan tak mudah dikalahkan. ( chose )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar