Rabu, 03 Februari 2016

Sepucuk Surat dari Masisir


Sepucuk Surat dari Masisir

                     
            Kita pernah mendengar suatu pertanyaan yang sangat bersahabat, “ bagaimana kabar kalian?   namun pernahkah kita mendengar sebuah pertanyaan “Bagaimana kabarmu dengan Allah? Bagaimana  Taqwamu?  Bagaimana Imanmu ? bagaimana ibadahmu  ? dan yang paling penting adalah sebuah pertanyaaan, bagaimana niatmu? Karena  niat adalah pondasi dalam membangun sebuah kesuksesan dan kearifan, tanpa adanya sebuah niat yang kokoh maka ibadah, ketaqwaan, iman dan perkerjaan akan menghapus segala amalan kita. Niat itu termasuk bagian dari iman karena niat temasuk amalan hati, niat itu pondasi, bagi siapa yang mengharap keridhoan Allah, terutama para pencari ilmu, jika dalam sebuah proses belajar pondasinya baik, maka  dalam proses belajar akan baik, namun bila tidak maka sebaliknya. Karena sebuah rumah takan dibangun kecuali dengan pondasi dan tidak ada pondasi jika bangunan itu tidak dibangun. Niat itu seperti sepucuk surat, manakala surat itu salah alamat, maka tidak akan pernah sampai pada tempat. Sama seperti niat kita, jika niat goyah dan salah, maka kita tidak akan pernah sampai kepada tujuan dan impian kita yang selalu kita idam - idamkan.

            Sepucuk surat ini untuk masisir, pernah terfikirkan secara mendalam oleh anda, apa tujuan anda ke mesir? Apa niat anda ke mesir? Mengapa anda harus belajar kemesir? Apa yang sudah anda dapatkan dari Mesir? Tanyakan pada hati kecil kita, kita bisa membayangkan berapa banyak uang yang dikeluarkan oleh orangtua kita untuk membiayai kehidupan dan pendidikan. Berapa banyak waktu yang harus kita korbankan untuk belajar, berapa banyak harapan yang kita pikul dari orang – orang sekeliling kita, namun kita menyia-nyiakan waktu kita untuk bermain-main, menghianati diri sendiri dengan bermalas-malasan, mendzolimi harapan orang lain, dan memberikan jutaan alasan untuk mundur dari kompetisi piala kesuksesan. Padahal roda kehidupan berputar menggelias keimanan, dan menghancurkan tujuan kita yang selalu goyah, melumpuhkan hati kita yang masih kotor, mendorong takwa kita yang sering longsor, menjajah iman yang masih pengkor, menggrogoti jiwa ikhlas yang  masih bocor, menguasai sifat kita yang angkuh nan bongsor, mempersempit doa kita yang semakin berkicau seperti orator, padahal ibadah sendiri masih jarang nyetor, namun besar kepala dalam menilai sesama seperti auditor, melumpuhkan tekad agar selalu menjadi pengekor, menyentak kita berlomba dalam kejelekan menjadi pelopor, dan tekad berbuat baik malah terombang ambing hanya bisa mengekor, sungguh, ternyata pondasi niat kita masih rapuh, tekad kita masih angkuh, cinta kita masih dunia, lurusnya tujuan dan impian hanya fatamorgana, fikiran kita masih termakan oleh nafsu yang menjajah jiwa, dan melemahkan iman serta taqwa.

            Memang sangat sulit melawan niat berselimut nafsu dan nafas – nafas dunia yang fatamorgana dan fana. Namun kita masih bisa meluruskannya, menyempurnakannya dan mengikhtiarkan niat kita. Amirul mu’minin pernah berkata dalam sebuah Hadist,
            Artinya: “Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh, Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu karena ingin menggapai dunia atau karena seorang wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya.” (H.R Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907).
            Disinilah peran para penuntut ilmu dijalan Allah, kita harus luruskan niat untuk menggapai ridho illahi. Karenanya kita belajar, dan karena ridhonya bertambahlah ilmu pengetauhan kita. kehidupan dunia itu hanya kesenangan dan permainan. Kita harus menyadarinya bahwa dunia bukanlah tempat  keabadian ia hanya sementara, fana, akan hancur dan segera berlalu serta hanya sekejap kita rasakan kenikmatannya. Sesungguhnya dunia adalah sarana, tempat dimana kita berupaya sebaik mungkin, untuk mengisi segala hari – harinya dengan segala amalan untuk mencapai ridhonya. Banyak dari kita yang tak henti-hentinya menggayuh roda kehidupan dalam gelombang kejahatan, kelalaian, keburukan serta moral yang merusak kearifan, meruntuhkan sendi-sendi kehidupan manusia normal dan berakal. Janganlah tertipu dengan nikmatnya dunia karena ia hanya sementara, namun akhirat selamanya. Dunia ini adalah sebuah kesempatan bagi kita untuk meluruskan niat, perbaiki diri, sucikan hati, dalam menapaki ridho illahi. Sebagai seorang mahasiswa dan cendekiawan muslim patutlah kita merenungkannya, dan menggapai ridhonya dengan meneladani sifat sidiq, menjalankan amanah, pandai mengumandangkan tabligh dengan membuat halaqoh ilmiah dan da’wah, dan cerdas dalam berfikir. Sungguh-sungguh dalam belajar, takut akan Allah beserta ancaman laknat, berpihaklah pada kebenaran, menjauhlah dari kefanaan, serta bekukanlah nikmat yang membutakan.
            Jangan pernah merasa lelah  meluruskan niat dalam ranah kehidupan ini, karena hidup ini proses, proses untuk belajar, tanpa ada batas umur, tanpa ada kata tua, jatuh berdiri lagi, kalah coba lagi, gagal bangkit lagi, sampai kapan? Sampai tujuan tersampaikan, sampai harapan berbuah senyuman, dan niat memberi kehangatan bagi siapa saja yang membutuhkan. Perjuangan dalam meluruskan niat dan tekad ini mungkin mengakibatkan terenggutnya jiwa, hilangnya harta benda sdan terurainya airmata. Jangan berhenti melangkah, karena disetiap langkah berbuah pahala, jangan berhenti bernafas, karena setiap tarikan nafasnya selalu mengingatkan Allah, jangan pernah menutup mata, karena pada saat kau membukanya kau akan kehilangan harapan. Hidup memang memiliki banyak masalah, tetapi akan selalu ada solusi manakala kita berusaha untuk tidak menyerah. Hidup itu keras dan tidak mudah, tapi aku yakin kita jauh lebih keras dan tak mudah dikalahkan. ( chose )
           




             

Tidak ada komentar:

Posting Komentar